Buya Ahmad Rasyid Sutan Mansur (1953-1959)

Share This Post

Share on facebook
Share on linkedin
Share on twitter
Share on email

Buya Haji AR. Sutan Mansur dikenal sebagai tokoh yang hidup serba sederhana, tetapi memiliki pandangan luas. Lahir sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara, pada tanggal 26 Jumadil Akhir 1313 H, bertepatan dengan 15 Desember 1895 di Maninjau Sumatra Barat. Orang tuanya bernama Abdul Shomad al-Kusaij, serta ibunya Siti Abbasiyah atau dikenal dengan sebutan Uncu Lampur. Kedua orang tuanya adalah tokoh dan guru agama Islam di kampung Air Angek.

Pada tahun 1923, Sutan Mansur diangkat menjadi Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan dan cabang Pekajangan, Kedung Wuni. Pada akhir 1925, Sutan Mansur diutus PB Muhammadiyah untuk memimpin dan menata Muhamamdiyah yang mulai tumbuh dan berkembang di tengah terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dan orang-orang Komunis di Ranah Minang. Cara berdakwah yang tidak frontal dan akomodatif terhadap para pemangku adat dan tokoh setempat, sehingga Muhammadiyah pun dapat diterima dengan baik dan mengalami perkembangan pesat .

Keberhasilan Sutan Mansur di Minangkabau menarik perhatian Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah di Yogyakarta. Pada tahun 1927 ia diutus bersama Fachruddin dan Hamka bertabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh. Tiga tahun berikutnya, yakni pada 1930, di Bukittinggi, Sumatra Barat, diselenggarakan Mukatamar Muhammadiyah ke-19. penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah di Bukittinggi merupakan bukti keberhasilan Sutan Mansur mengembangkan Muhammadiyah. Sejak itu, ketokohan Sutan Mansur terkenal di seluruh cabang Muhammadiyah di Nusantara.

Saat beliau memimpin, Muhammadiyah berhasil merumuskan Khittah Muhammadiyah tahun 1956-1959 atau yang populer sebagai Khittah Palembang, yaitu:

  1. Menjiwai pribadi anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam dan mempertebal tahid, menyempurnakan ibadan dengan khusyu’ dan tawadlu’, mempertinggi akhlak, memperluas ilmu pengetahuan, dan menggerakkan Muhammadiyah dengan penuh keyakinan dan rasa tanggung jawab
  2. Melaksanakan uswatun hasanah
  3. Mengutuhkan organisasi dan merapikan administrasi
  4. Memperbanyak dan mempertinggi mutu anak
  5. Mempertinggi mutu anggota dan membentuk kader
  6. Memperoleh ukhuwah sesama muslim dengan mengadakan badan ishlah untuk mengantisipasi terjadi keretakan dan perselisihan
  7. Menuntun penghidupan anggota

Buya H Ahmad Rasyid Sutan Mansur meninggal Senin 25 Maret 1985 bertepatan 3 Rajab 1405 di Rumah Sakit Islam Jakarta dalam usia 90 tahun. Jenazah almarhum Buya dikebumikan di Pekuburan Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan setelah dishalatkan di Masjid Kompleks Muhammadiyah. Sumber: https://suaramuhammadiyah.id/2020/05/10/buya-ar-sutan-mansur-bintang-barat-dan-imam-muhammadiyah-sumatera/

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

More To Explore

Muhammadiyah

K.H. Ibrahim (1923-1934)

K.H. Ibrahim lahir di Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874 dan wafat pada tahun 1934. Ia adalah putra K.H. Fadlil Rachma­ningrat, seorang Penghulu Hakim

Muhammadiyah

K.H. Hisyam (1934-1937)

K.H. Hisyam lahir di Kauman Yogyakarta, tanggal 10 November 1883 dan wafat 20 Mei 1945. Ia memimpin Muhamadiyah hanya selama tiga tahun. Ia adalah salah satu